“Menggali Keadilan: Kisah Tragis 23 Tahun Pengabdian Berakhir dengan Tuduhan Tak Adil”

PEKALONGAN | lckinews.com – Rina Agustina, seorang buruh setia yang telah mengabdi selama 23 tahun di PT Matahari Department Store cabang Pekalongan, menghadapi kenyataan pahit yang mengubah hidupnya secara dramatis. Tuduhan pengambilan poin member senilai kurang dari Rp 10.000 menjadi alasan baginya untuk dipaksa mengundurkan diri tanpa pesangon. Kasus ini menarik perhatian serius Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI), yang kini mengadvokasi hak-hak Rina hingga Pengadilan Hubungan Industrial.

Kronologi Pemaksaan Mundur: Sebuah Kisah yang Tak Terduga

Rina, yang bekerja sebagai kasir, selama lebih dari dua dekade telah menjalankan tugasnya dengan dedikasi tinggi. Namun, pada 24 Agustus 2023, Rina dipanggil oleh pimpinan HRD Ahmad Hamami dan manajer Yulianto yang menuduhnya melakukan pengambilan poin member senilai kurang dari Rp 10.000. Tuduhan itu datang tanpa dasar yang jelas, dan interogasi dilakukan tanpa pendampingan. Lebih dari itu, Rina dipaksa menandatangani surat pengunduran diri yang sudah disiapkan, dengan ancaman bahwa jika tidak menurut, masalah ini akan dibawa ke polisi dan ia tidak akan mendapatkan pesangon.

Di bawah tekanan yang berat, Rina tidak punya pilihan lain selain menandatangani surat tersebut. Namun, harapan akan pesangon yang menjadi haknya lenyap begitu saja.

Dugaan Modus Pemaksaan Pengunduran Diri

Menurut LCKI, kasus ini memiliki indikasi kuat bahwa pihak manajemen PT Matahari sengaja melakukan pemaksaan pengunduran diri untuk menghindari kewajiban membayar pesangon. “Ini bukan kesalahan biasa, melainkan manipulasi untuk mengelak dari kewajiban perusahaan kepada karyawan yang telah lama bekerja,” kata Y. Joko Tirtono, SH, penasihat hukum dari LCKI.

Joko menambahkan, bahwa pemutusan hubungan kerja seperti ini seharusnya melewati tahapan resmi, yakni peringatan tertulis dalam bentuk Surat Peringatan (SP) 1, 2, dan 3. Bukan dengan cara intimidasi yang terkesan semena-mena. “Apakah ini sudah menjadi standar kapitalis? Mereka harus lebih bijak dalam menyikapi kesalahan karyawan,” ujarnya tegas.

Langkah LCKI Memperjuangkan Hak Buruh

Sejak melaporkan kasus ini pada Januari 2024, Rina dibantu LCKI dalam mencari keadilan. LCKI mengirim tiga surat klarifikasi kepada PT Matahari, namun semuanya tidak mendapatkan tanggapan yang memuaskan. Bahkan, janji pimpinan PT Matahari yang diwakili oleh Suryo untuk meninjau kasus ini secara lebih bijaksana dan membantu ekonomi keluarga Rina yang sedang terpuruk—dengan suami yang sakit dan anak-anak yang masih bersekolah—tak pernah dipenuhi.

LCKI terus mendorong mediasi melalui Disperinaker Kota Pekalongan. Namun, tiga kali mediasi yang diadakan tidak membuahkan hasil yang memadai. Pihak Matahari hanya menawarkan kompensasi sebesar tiga kali gaji, sedangkan LCKI menuntut setidaknya separuh dari pesangon normal yang berhak diterima Rina setelah 23 tahun bekerja.

Nasib Buruh: Harapan dan Peringatan dari Rina

Rina, yang kini hidup dalam kesulitan ekonomi, berharap agar nasib yang menimpanya tidak dialami oleh rekan-rekan buruh lainnya di PT Matahari. “Saya sudah menanggung ini, tapi saya berharap teman-teman tetap semangat. Jangan sampai ada kesalahan sekecil apa pun, karena di sini tidak ada ruang untuk kesalahan. Saya dipaksa untuk membuat surat pengunduran diri, dan saya tidak ingin hal ini terjadi lagi pada orang lain,” ungkapnya dengan getir.

Walaupun mengalami nasib yang pahit, Rina terus memberikan pesan kepada para buruh lainnya agar berhati-hati dan tetap profesional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak ingin rekan-rekannya bernasib sama seperti dirinya.

LCKI Membawa Kasus Ini ke Pengadilan Hubungan Industrial

Y. Joko Tirtono, SH, dari LCKI menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan Industrial di Semarang. Menurut Joko, perjuangan ini bukan hanya tentang Rina, melainkan mewakili semua buruh yang berada dalam situasi serupa.

“Ini bukan sekadar soal Rp 10.000, ini soal keadilan. Kami akan berjuang hingga ke pengadilan untuk memastikan hak buruh terlindungi. Perusahaan besar harus memperlakukan karyawannya dengan adil, sesuai dengan aturan dan norma kemanusiaan,” ujar Joko.

Pesan Penting: Perjuangan untuk Hak Asasi dan Keadilan

Kasus Rina menjadi contoh nyata bahwa perusahaan harus memandang karyawannya sebagai aset yang harus dihormati, terutama mereka yang telah bekerja bertahun-tahun. Perlakuan seperti ini, tanpa adanya kebijakan yang jelas dan adil, dapat menghancurkan kehidupan banyak buruh lainnya.

Di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, melindungi hak-hak buruh bukan hanya tanggung jawab LCKI, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Perjuangan Rina diharapkan membuka mata perusahaan-perusahaan besar agar lebih menghargai dan melindungi karyawan yang telah berkontribusi bagi kemajuan bisnis mereka.

Penulis: Red/Roni.Arto                                   Editor/iskandar/jhon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *